MARKETING : How Memory Messed Up My Perception
Mei 20, 2019
Kali ini
saya akan membahas bagaimana ingatan saya dapat mempengaruhi persepsi atau cara
pandang saya terhadap sesuatu. Kalau menurut artikel yang saya baca dengan
judul “Blurring The Boundary Between
Perception and Memory” dari situs www.scientificamerican.com bahwa apa yang kita terkadang
tidaknya benar atau hanya sekedar bayangan semata, namun proses kita manusia
mengingat sesuatu sangat cepat, lebih cepat dari kedipan mata.
Sekarang
saya akan mebahas pengalaman saya sendiri dimana ingatan saya mempengaruhi
persepsi atau cara pandang saya. Saya mempuyai persepsi atau ingatan tentang seorang
publik figur Indonesia yang terkenal sebagai pembaca angka, awalnya saya
melihat dia sebagai orang yang aneh dan hanya berbohong dalam acaranya serta
mendengar dari omongan orang-orang yang beredar di sosial media. Tidak lama
kemudian saya mulai menonton acara sang public figur tersebut, jangankan saya
mengira itu berbohong namun justru saya melihat orang tersebut menjadi sosok
penolong yang hebat dan mempunyai kemampuan yang menabjukkan.
Ia
memperlihatkan bakatnya untuk menolong orang walaupun terkadang sampai melukai
dirinya sendiri, ia tidak menggunakan apa yang ia punya (kekuatannya) untuk
menyakiti orang lain karena menurutnya semua mahluk berhak hidup berbahagia
tanpa terkecuali. Setelah menonton acara tersebut, selain persepsi saya selain
mengenai public figure tersebut, persepsi saya mengenai hal-hal yang berbau
mistis jadi ikut berubah pula. Awalnya saya tidak percaya bahwa dizaman modern
seperti sekarang masih ada orang-orang yang menggunakan hal mistis dalam
melakukan sesuatu seperti melariskan dagangan, balas dendam, bahkan membuat
seseorang menyukai dirinya. Saya kira itu hanyalah hal-hal yang terjadi dimasa
lalu. Lalu saya juga sempat begitu takut dengan hal-hal mistis karena saat saya
kecil, saya merupakan sosok anak yang peka dan dapat melihat hal-hal mistis dan
mahluk-mahluknya, terutama saat saya berada dirumah, saya pernah melihat sosok
yang menakutkan pada jam-jam maghrib. Mulai saat itu saya menjadi tidak suka
dengan hal-hal mistis, namun setelah menonton acara tersebut, saya mengerti
bahwa mereka tidak menampakkan dirinya kepada siapapun, namun anak kecil
merupakan mahluk yang peka terhadap hal seperti itu karena menurut sang public figur,
anak kecil masih polos dan suci, tanpa dosa. Namun karena ingatan masa kecil saya yang masih terbawa sampai sekarang, tidak jarang saya justru seram dan takut dalam mendengar cerita-cerita berbau horror sampai sebisa mungkin saya akan menghindari hal tersebut, atau mendengarnya seorang diri.
Demikianlah
bagaiman memori saya tentang seorang public figur dan hal berbau mistis
mengubah persepsi saya.
0 komentar